Dalam susu formula terdapat kandungan nutrisi yang dipercaya mampu meningkatkan kecerdasan dan kesehatan kepada anak. Anak sehat dan cerdas dambaan setiap orangtua. Berikut pendapat tentang susu formula yang saya kutip dari http://wrn-indonesia.org
Suplemen Pre/probiotik dalam Susu Formula
Sudah beberapa tahun ini susu formula bayi diberi tambahan oligosakarida (salah satu jenis gula sederhana/berantai pendek). Ini didasarkan pada dugaan dan hipotesa awal bahwa oligosakarida mampu meningkatkan kekebalan tubuh.
Dampak oligosakarida terhadap kekebalan tubuh baru diketahui tengah tahun lalu (2006) lewat publikasi sebuah penelitian. Sedangkan bagaimana dan peran apa yang dimiliki oligosakarida dalam mekanisme kerja sistem kekebalan tubuh sendiri hingga saat ini belum ada penjelasan yang menyeluruh serta memuaskan.
Mengenai ide awal pemilihan oligosakarida sebagai fortifikasi susu formula sendiri ada beberapa alasan, di antaranya adalah ‘resep’ nenek moyang dan (yang paling shahih adalah) kandungan ASI.
Sebagaimana kita maklumi, susu formula adalah pilihan bagi ibu yang tidak mampu menyusui bayinya secara penuh. Karena itu komposisi yang mendekati ASI sangatlah membantu memberikan ‘assurance’, keyakinan, ketenangan hati, kepada para ibu (dan ayah) yang selalu menginginkan yang terbaik bagi anak-anaknya.
Tentu menjadi salah kaprah apabila ibu memilih berhenti menyusui dan memberikan susu formula sebagai pengganti ASI, dengan dasar pemikiran kandungan susu formula lebih lengkap dan lebih layak bagi bayi daripada ASInya sendiri.
Susu formula dengan suplementasi prebiotik
Perusahaan besar yang memiliki perwakilan dalam penyelenggaraan penelitian tersebut kini menggelar promosi satu jenis susu formula atas nama salah satu mereknya. Nutricia, yang bernaung di bawah Numico, memperkenalkan ‘resep’ baru bagi lini Nutrilon Royal-nya: Immunofortis, berslogan 'immunity for life' (baca Immunity breakthrough from Nutricia).
Yang menjadi perhatian saya adalah:
Jika memang studi formulasi campuran fruktooligosakarida (FOS)-galaktooligosakarida (GOS) (ya prebiotik itu tadi) memakai subyek bayi 0-6 bulan, maka tidak terlihat pentingnya susu ini diberikan pada anak usia 1 tahun ke atas. Terutama mengingat sensitifitas anak yang mulai berkurang seiring pertumbuhannya, dan sebagian besar anak akan ‘sembuh’ (outgrow) dari dermatitis atopi (atau eksim) yang dialaminya pada 1 tahun pertama kehidupannya.
Dari mana saya mengambil simpulan bahwa susu ini ditujukan bagi anak usia 1 tahun ke atas? Ada peraturan bahwa produk pengganti ASI yang ditujukan bagi bayi berusia 0-12 bulan tidak boleh dipromosikan terbuka di media massa. Karena produk ini diiklankan, maka dengan sendirinya ‘harus’ memiliki target usia 1 tahun ke atas.
Itu simpulan sekejap sebelum mencari tahu langsung di informasi produknya. Dan ketika dilihat di penjelasan produk Nutrilon Royal, memang ada 4 tahapan produk yang tersedia, masing-masing untuk rentang usia tertentu.
Bisa jadi suplementasi ini memang membantu para ibu yang tidak mampu menyusui bayinya yang masih berusia 0-12 bulan dengan risiko dermatitis atopi. Tapi -sekali lagi- saya tidak melihat sifat mendesak dari pentingnya memberikan susu dengan suplementasi ini pada anak berusia 1 tahun ke atas.
Prebiotik mencegah timbulnya dermatitis atopi
Dari mana kisah suplementasi prebiotik dengan klaim kekebalan tubuh ini bermula? Saya menduga dari sini (berdasarkan keterlibatan dua penelitinya yang mewakili Numico):
A mixture of prebiotic oligosaccharides reduces the incidence of atopic dermatitis during the first six months of age. G Moro1, S Arslanoglu1, B Stahl2, J Jelinek2, U Wahn3 and G Boehm4
1. Center for Infant Nutrition, Macedonio Melloni Maternity Hospital, Milan, Italy
2. Numico Research Germany, Friedrichsdorf, Germany
3. Charité Campus Virchow Klinikum, Berlin, Germany
4. Sophia Children’s Hospital, Erasmus University, Rotterdam, Netherlands
Ringkasan penelitian dapat dilihat di sini sedangkan komentar terhadapnya dapat dilihat di sini.
Immunity for life: terbatasnya lingkup penelitian, luasnya klaim produk
Membantu meningkatkan daya tahan tubuh secara alami. Demikian pengantar tagline 'immunity for life'. Yang sebaiknya dijadikan pertimbangan bagi yang berminat terhadap produk ini adalah:
1. Pengamatan penelitian ini terbatas pada dermatitis atopi, bukan reaksi alergi lainnya, apalagi yang berkaitan dengan kekebalan tubuh secara umum seperti infeksi ‘standar’ balita semacam flu, selesma, dan lain-lain, seperti yang dikesankan pada iklan.
2. Susu formula yang digunakan (pada penelitian) memang menggunakan basis racikan hipoalergenik. Jadi tanpa suplementasi prebiotik pun sudah dapat menurunkan risiko munculnya reaksi alergi (terhadap susu sapi) berupa dermatitis atopi.
3. Usia subyek penelitian yang tidak mencakup seluruh rentang usia balita, seperti yang dikesankan pada promosinya.
Holisme
Holism, berasal dari kata holos (yunani), yang berarti semua, seluruhnya, total. Secara definitif, holisme (holistik) adalah gagasan bahwa semua sifat (properties) suatu sistem tidak dapat ditentukan atau dijelaskan dengan cara menjumlahkan masing-masing komponennya. Sebaliknya, sistem sebagai suatu keseluruhan, menentukan bagaimana masing-masing bagiannya berlaku.
Istilah holisme muncul dalam ‘pengobatan’ psikosomatis. Ketimbang menemukan hubungan sebab-akibat satu arah antara tubuh dan jiwa, holisme ini membidik model sistem, di mana faktor biologis, kejiwaan, dan sosial saling bertautan. Gangguan pada satu sisi akan memberi pengaruh pada sisi lain juga. Pada taraf ini, holisme mirip dengan model kedokteran biopsikososial (haduh, susah ya istilahnya!).
Dalam bidang pengobatan alternatif, holisme melakukan pendekatan perawatan pada penyebab penyakit sekaligus gejalanya. Contoh terapi holisme ini misalnya akupunktur, ayurveda, pengobatan Cina, pijat kepala India, pengobatan naturopati, Qi Gong, reiki, dan refleksologi. Pengobatan ini umumnya tidak berasal dari tradisi medis-ilmiah yang berkembang di Barat, dan juga sering tidak memiliki bukti ilmiah yang cukup untuk menyokong klaimnya.
Baiklah. Cukup untuk penjelasan mengenai istilah. Ini yang lebih penting:
Holistic nutrition: is it really whole-ly?
Nestle mempromosikan Excella Gold dengan tagline ‘holistic nutrition’. Sebelumnya produk ini tidak diberi label apapun, tapi suplementasinya tidak berubah: probiotik. Tepatnya dari jenis Bifidus.
Dengan prasangka baik, produsen tentunya tidak berniat untuk menggaet calon konsumen yang fanatik terhadap jalur pengobatan holisme hanya dengan berbekal tagline. Kan? Tagline yang tidak ada hubungannya dengan pengobatan holisme. Ataukah ada? Probiotik dapat mempengaruhi kejiwaan dan sisi sosial anak?
Apa yang menyebabkan produk ini dilabel nutrisi holistik? Probiotiknya? Dari bongkar-bongkar arsip jurnal pediatrik, kok ya tidak ada yang menyebut-nyebut ada penelitian tentang probiotik yang berhubungan dengan kejiwaan.
Apa? “Tentu saja tidak ada”? Jadi saya mencari di tempat yang salah? Sebetulnya ada atau tidak sih, dasar ilmiah klaim ini? Yang didukung bukti ilmiah dan ulasan yang memuaskan pertanyaan orang-dengan-banyak-pertanyaan macam saya.
Atau ini sekadar istilah baru yang memang tidak perlu dibuktikan secara ilmiah karena tidak ada hubungannya dengan kandungan produk yang dipromosikan? Karena memang tidak ada hubungannya dengan kejiwaan? Karena maksudnya hanya ingin mengesankan ke-alami-an proses (apapun itu) yang dipromosikan? Karena holistik identik dengan alami?
Mungkin maksudnya whole dalam artian 'menyeluruh'? Menyeluruh yang bagaimana? Atau… ini permainan definisi kata saja? Karena whole –sebagai predikat- dapat diartikan sebagai 'sehat'? Nutrisi (untuk) kesehatan, begitu? *keluh*
Pergeseran cara promosi susu formula
Saya amati, iklan susu formula akhir-akhir ini bergeser dari ‘mendongkrak kecerdasan anak’ menjadi ‘mewujudkan anak yang sempurna, dari akal, fisik, hingga kejiwaan' (kepemimpinan, empati, proaktif, sifat apapun itu yang baik dan membuat ibu-ibu bahagia). Selain, tentunya, klaim tentang betapa sehatnya anak jika minum susu tersebut.
Ini pendapat saya: Nutrisi untuk jiwa? Yang benar saja.
Rekan ibu di manapun, saya sangatlah mengerti. Sebagai sesama ibu, kita menginginkan yang terbaik bagi anak. Dalam memberikan yang terbaik, kita bersedia mengorbankan apapun. Jiwa, jika perlu. Satu yang jangan diserahkan pada siapapun: akal sehat. Siapapun dan bagaimanapun seorang anak ditampilkan dalam iklan, belum tentu diakibatkan oleh susu yang dipromosikan.
Bukan susu yang melakukannya, tapi anda!
Susu tidak membuat anak menjadi pintar. Susu tidak membuat anak menjadi seorang pemimpin. Susu tidak membuat anak menjadi bintang. Susu tidak mengantar anak menjadi juara.
Susu tidak membuat anak cerdas melalui indra pelihatnya (walau dalam logika sederhana, mata yang sehat tentu dapat menunjang kegiatan apapun, termasuk proses belajarnya). Tanpa susu tersebut anak tetap akan belajar dengan melihat. Bayi berumur sebulan juga sudah mulai mempelajari lingkungannya dari apa yang didengar dan dilihat, jauh sebelum ia mengenal susu yang diiklankan.
Orangtualah yang berperan dalam mengembangkan kepribadian anak, bukan makanan. Interaksi dengan orangtualah yang merangsang perkembangan kecerdasan anak, bukan makanan. Pendidikan dan bimbingan dari orangtualah yang memperkaya kecerdasan emosional anak, bukan makanan.
Bukan mainan edukatif yang membuat anak pintar, tapi proses bermain, peran orang yang menemaninya bermain, dan kesempatan bermain itu sendiri yang ‘mendidik’nya. Bukan susu yang mendorong perkembangan empati, sifat kepemimpinan, proaktif, kecerdasan, kecerdikan, sifat suka menolong, gemar membantu, suka berbagi, baik hati, dan tidak sombong (eh, kaya janji pramuka aja).
Jangan biarkan ilusi iklan memperdaya anda dari tanggungjawab. Andalah yang memiliki peran di sana. Atau nenek, kakek, pembantu, atau pengasuh anak, siapapun yang paling intim menghabiskan waktu sehari-hari bersama anak. Secara langsung. Susu dan suplemen tidak mengeluarkan yang terbaik dari anak. Anda (dan mereka)lah yang melakukannya.
Dikutip dari http://wrn-indonesia.org